"Duh, Ngeri Banget!" Ini Nasihat Salaf Tentang Bahaya Hutang dan Hinanya Terjerat Riba

Artikel ini membahas bahaya hutang dan dosa riba menurut pandangan ulama Salaf, menggunakan hadits sebagai pengingat spiritual. Artikel ini menyoroti bagaimana hutang bisa merendahkan martabat dan menjadi beban di akhirat, serta menekankan bahwa dosa riba jauh lebih besar. Sebagai solusi, artikel ini menganjurkan untuk kembali ke transaksi tunai (kontan) seperti yang dipraktikkan Marwah Gold dalam jual beli emas syariah, demi ketenangan hidup dan keberkahan.

KEWASPADAANINFORMATIF

Tim Redaksi Marwah Gold

11/15/20253 min read

Pria berdoa di samping buku-buku agama dengan rantai transparan.
Pria berdoa di samping buku-buku agama dengan rantai transparan.

"Duh, Ngeri Banget!" Ini Nasihat Salaf Tentang Bahaya Hutang dan Hinanya Terjerat Riba

Zaman sekarang, rasanya hidup tanpa cicilan itu aneh. Mulai dari gadget baru, kendaraan, sampai rumah, semuanya ditawari dengan kemudahan "bayar belakangan" alias ngutang. Belum lagi godaan paylater yang bikin kita gampang banget check-out barang, padahal gajian masih lama.

Tapi, tahu nggak sih, kalau kita putar waktu balik ke generasi terbaik umat ini—para ulama Salafush Shalih—mereka justru takut banget sama yang namanya hutang. Bagi mereka, hutang itu bukan sekadar urusan "pinjam-meminjam uang", tapi punya konsekuensi serius di dunia, apalagi di akhirat.

Artikel ini bukan untuk menakut-nakuti, tapi sekadar pengingat spiritual buat kita semua yang lagi cari motivasi untuk hidup lebih tenang tanpa lilitan hutang, terutama yang berbunga alias Riba.

Ngerinya Hutang: "Kehinaan" di Siang Hari, "Penjara" di Akhirat

Para ulama Salaf memandang hutang sebagai sesuatu yang sangat dihindari, kecuali dalam kondisi darurat yang sesungguhnya. Kenapa? Karena bebannya bukan main-main.

1. Kehilangan Kehormatan Diri

Coba kita renungkan nasihat klasik ini: "Hutang adalah kehinaan di siang hari dan kesengsaraan di malam hari."

Saat kita berhutang, apalagi sampai ngemis-ngemis pinjaman, saat itu juga kehormatan kita bisa jadi taruhannya. Kita jadi nggak enakan sama yang ngasih pinjaman, bahkan bisa sampai berbohong atau ingkar janji kalau ditagih.

2. Urusannya Gantung Sampai Akhirat

Ini yang paling bikin merinding. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sangat hati-hati dengan urusan hutang umatnya.

Dalam sebuah hadits shahih (HR. Tirmidzi), dikisahkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah enggan menshalatkan jenazah seorang sahabat yang ternyata masih memiliki tanggungan hutang dua dinar, sampai ada sahabat lain (Abu Qatadah) yang menjamin akan melunasinya.

Bayangkan, urusan shalat jenazah—penghormatan terakhir—bisa tertunda hanya karena hutang! Ini menunjukkan betapa seriusnya masalah ini di mata syariat.

Bahaya Riba: Dosa yang Jauh Lebih Mengerikan

Kalau hutang biasa (tanpa bunga) saja sudah sebegitu ngerinya, gimana ceritanya dengan hutang yang pakai bunga alias Riba?

Jawabannya: Jauh lebih mengerikan.

Banyak dari kita mungkin berpikir, "Ah, bunganya kecil, kok." atau "Cuma riba KPR/leasing, kan buat kebutuhan primer."

Padahal, para ulama Salaf, mengutip hadits-hadits Nabi, memandang Riba sebagai salah satu dosa terbesar (kabair).

Simak hadits yang sering dikutip para ulama ini:

"Satu dirham riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan ia tahu, itu dosanya lebih berat daripada 36 kali berzina." (HR. Ahmad)

Astaghfirullah. 36 kali berzina! Ini bukan perbandingan yang main-main. Riba begitu dihinakan karena secara sistemik merusak ekonomi, menindas yang lemah, dan yang paling parah, Al-Quran menyebut pelaku Riba sebagai orang yang "memerangi Allah dan Rasul-Nya" (QS. Al-Baqarah: 279).

Solusi Hidup Tenang: Kembali ke Transaksi Tunai

Melihat betapa beratnya bahaya hutang dan hinanya dosa Riba, motivasi spiritual kita seharusnya terpacu untuk memilih jalan yang lebih aman: transaksi tunai (kontan).

Memang, hidup dengan prinsip tunai di zaman cashless dan penuh cicilan ini butuh perjuangan ekstra. Kita harus lebih sabar menabung, lebih disiplin mengelola keuangan, dan lebih kuat menahan godaan.

Apalagi jika menyangkut aset penting seperti emas. Emas adalah pelindung nilai kekayaan, tapi jika cara memperolehnya saja sudah melanggar syariat (misalnya kredit berbunga atau cicilan yang tidak jelas akadnya), berkahnya hilang.

Prinsip inilah yang dipegang teguh oleh Marwah Gold. Berbeda dengan platform lain, Marwah Gold fokus pada perdagangan emas fisik secara syariah mutlak. Mereka tidak melayani jual beli digital yang rawan gharar (ketidakjelasan) atau riba.

Semua transaksi di Marwah Gold wajib dilakukan secara tunai dan taqabudh (serah terima fisik secara langsung) di Butik Emas Fisik mereka. Ini adalah cara untuk memastikan syarat hulul (kontan) dan taqabudh terpenuhi sempurna, persis seperti yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam jual beli emas.

Pada akhirnya, memilih transaksi tunai dan menghindari hutang Riba bukan sekadar soal gaya hidup hemat, tapi soal menjaga kehormatan di dunia dan keselamatan di akhirat.

SUMBER:

  • Muslim.or.id: Membahas berbagai hadits dan pandangan ulama mengenai beratnya dosa Riba Nasiah dan Riba Fadhl.

  • Rumaysho.com: Artikel yang mengulas hadits-hadits shahih mengenai bahaya menyepelekan hutang dan akibatnya di akhirat.

  • Marwah Gold: Profil perusahaan sebagai penyedia emas syariah yang fokus pada transaksi fisik tunai untuk memenuhi syarat Taqabudh dan Hulul.